Jumat, 29 Maret 2019

Investasi Rindu



Cinta ini dari kita
Cinta ini oleh kita
Cinta ini untuk kita
Aku dengan bangga mengatakan bahwa cinta kita berdemokrasi
Di dalamnya kita investasikan miliyaran rindu menggebu
Tak lupa pula, kita bubuhi dengan tanda tangan berupa cumbuan rayu
Kataku tanda tangan itu adalah awal dari kesepakatan
Komitmen membangun ruang-ruang yang nantinya hanya akan diisi
“Aku, Kamu, kita, dan kenangan indah”
Untuk mencapai ruang-ruang itu, kita harus melakukan pertumbuhan rindu
Rindu yang berdiri tegak diantara cinta dan nafsu  
Ini investasi yang terlalu mahal
Terlalu sulit dijamah, bahkan akan lebih sering gagalnya
Tapi aku memahami bahwa kita dimabuk asmara
Kata orang “Tai Kucing aja bisa berasa coklat” apalagi hanya investasi rindu

                                                Qalam/ Bondowoso, 30 Maret 2019

Rajin-rajinlah


Rajin-rajinlah mencintai
Karena, jika kemalasan mencintai datang
Bisa menakutkan
Seperti pasang tanpa surut
Rajin-rajinlah merindu
Karena jika kerinduan  itu sudah kosong
Bisa hanya seperti tong
Berbunyi tapi ompong
Jika bingung bagaimana agar rajin mencintai
Dan merindu
Tanyalah pada ayat yang berdengung
Mungkin denting jam yang akan bantu menjawab
                                                                        Qalam / Bondowoso, 18 Maret 2019

Menghamba


Nyanyian sunyi kekaguman sungguh merdu
Mengalunkan nada-nada mahsyur yang memanjakan telinga
Indahnya bukan kepalang
Memabukkan diri
Hingga tak sadar ada benih-benih menghamba dalam diri
Menghamba pada senyuman
Menghamba pada lirikan
Menghamba pada gambaran
Parahnya, menghamba pula pada khayalan
Seperti syirik yang tak syirik
Ini bagi(ku) bagian soheh dari pertunjukan ke(normal)an
Beruntung sekali menjadi manusia
Karena birahi diri bisa disirami dengan rohani
Biarkan ini menjelma menjadi ayat-ayat yang didengungkan
Menjadikan angan-angan sebagai kearifan diri kala menghadap
Sungguh benar, ini bukanlah aku sebut sebagai penghianatan
Tapi tedak teduk tedik dalam gemericik rasa remahku
                                                            Qalam / Bondowoso, 24 Januari 2019 (RDN)

Rindu yang Manusiawi

Ada ruang rindu di hati

Bergejolak
Meronta
Hingga luka menganga seolah tak pernah ada
Dalam sepi Ku bertanya
Adakah jumpa kembali ?
Namun tak ada dengar suara jawaban
Rindu ini terlalu menggebu
Membatin “Hanya sesaat”
Dan ternayata, Aku terbajak
Rindu ini menggunung
Ah !
Manusiawi
Dan Aku manusia
                                                Qalam / Bondowoso, 18 Januari 2019

Itu yang Entah


Aku tumbang dalam sekali tebas
Tapi aku bangkit tak lama kemudian
Aku terjatuh dalam sekali pukul
Tapi sekali lagi, aku terbangun tak lama kemudian
Aku roboh dalam sekali terjang
Tapi lagi-lagi, aku berdiri tak lama kemudian
Aduuhhh !
Kenapa rindu harus kau jelmakan dalam buaian
Kalimat lemah lesu
Dan bahkan menakutkan karena berisi kebodohan
Taukah kau, Rindumu terlalu menggebu
Hingga langit sendu berubah menjadi kemerahan
Kau boleh merindu. Tapi jangan terlalu
Andai, aku pun adalah kerinduan
Maka kau adalah penjelmaan dari qolbu yang terlalu berpenyakit
Berhentilah sejenak
Jika perlu bersikaplah, bak seorang tak berperasa
Ah !
Kalimatku terlalu Panjang
Duduk saja di halaman ruamhku, tatap langit dengan berjuta bintang
Tak perlu dipaksa
Hungaria, mari kita menuju Fujiama
Karena aku tau, ini bukan rindu
Ini adalah itu, itu yang entah
                                                                        Qalam / Bondowoso, 19 Oktober 2018

Petik (!)


Jingga sudah tampak diufuk
Tiba saatnya yang dijinjing untuk dipikul
Merangkak sekali pun, atau berjalan dengan satu kaki
Tetap ini disebut keharusan
Sudah selesai
Menikmati segelas air di padang tandus
Kisah-kisah singkat juga sudah ditulis
Dikemas dengan rapi
Jemari juga sudah kaku
Aku ada karena kisah
Ia pun ada karena kisah
Tapi, ini sudah di halaman terakhir
Jadi mari kejar fajar dan temui jingga lagi
Begitu seterusnya
Berhenti boleh
Tapi jangan menetap
Agar sebutan Pengembara itu masih bisa
Kau sebut sebagai Kamu
Tali sepatu sudah kencang
Aku pun siap
Petik (!)
                                                                        Qalam / Bondowoso, 14 Oktober 2018

Penciptaanmu Bukan Percobaan


Titik terang itu semakin jelas
Meski kebanyakan berkata akan membuat silau
Hancur lebur itu adalah kepastian
Tapi upeti dari sebuah kejujuran itu akan terus membayang
Biarkanlah, mereka diciptakan bukan untuk menghambakanmu
Apalagi, menundukkan kekuasaan batinnya padamu
Lebih lagi menjadi budak rasamu
Rasa yang sebenarnya hanya timbal balik
Dari arah berlawanan antara hati dan logika
Penciptaanmu bukan hanya sebuah percobaan
Kau tak perlu berpaling
Kau tak sendiri, ada sayap burung elang
Dan bahkan, ada kebuasaan sang raja hutan
Itu jelas, pasti
Jangan gentar, bodoh, apalagi tersudut
Percayalah
Permainan piano itu pun
Mampu memberikan penghargaan terbaik
Daripada hanya bualan culas pecundang
Titik (.)
                                                            Qalam / Bondowoso, 10 Oktober 2018

"Hilang"


Aku diam
Bukan berarti
Aku buta dan tuli
Aku hanya mengelus dada
Bukan berarti
Aku manusia kuat yang semua dicipta dari baja
Ada kala
Dimana, melepuh, merisak, marah hingga bungkam
Aku sungguh benar tau arti dari sebuah kata “Hilang”
Diamlah
Agar aku juga bisa tenang
Karena aku sadar betul
Adakalanya jawaban dari sebuah pertanyaan adalah diam
Dan adakalanya diam adalah pertanyaan
Aku mencintai seperti candu
Padahal aku tau, maharmu hanyalah janji rindu
                                                                        Qalam / Bondowoso, 1 Oktober 2018

Rinduku Pamit

Rinduku Pamit


Ada rindu menyeruak dari hati
Berdesir
Seperti deserin angin yang menyesakkan
Membawa debu-debu jalanan yang menancap di kandungan badan
Aku bergerak mengikuti fakta
Fakta yang bukan kebenaran rindu
Semuanya seperti fatamorgana sumber air di tengah padang pasir
Aku
Kamu
Rindu
Ketikmungkinan
Kehancuran
Kepingan
Seperti adukan pecahan yang tolol
Malammu hanya ada Sembilan
Serta karutku hanya menanti di angka dua dan empat
Mencintai tak semudah melempar batu di lautan
Selamat tinggal, Petjah
Rinduku pamit
Wassalam
                                                            Qalam / Bondowoso, 15 September 2018 (12.00 WIB)

Hai... Kebodohan

Hai... Kebodohan


Hai…
Kebodohan !
Lalu telah berlalu
Dan Kau, Kebodohan
Masih bersarang layaknya karut yang tak terurai
Hai…
Kebodohan !
Rindu sudah beruabah jadi batu
Masih juga Kau bertahan
Layakanya singgasana tanpa tuan
Hai…
Kebodohan !
Berhentilah berjudi dengan alam
Karnea kami sering mengalami luka tanpa sayatan
Hai..
Kebodohan !
Cukup !
Cukup
Biarkan musim berganti
Haruskan, kami menggendong bumi
Agar bara pun berhenti ?

Menunggu


Bila terlalu larut seringkali karut
Bila terlalu berebut pun, seringkalai tak dapat apa-apa
Karena itulah di seperempat jalan ini,
pujangga pun sejenak diam, dan berkata dalam hatinya 
“Bunga krisan pun juga akan layu. Aku haya perlu menunggu hingga waktu itu tuba.”
Celepuk
Ah, ini air masih segar, mantap jika dijadikan teman menunggu
Celepuk
Wah, ini juang juga masih mengembang, cocok juga dijadikan teman menunggu
Celepuk
Ini temen menungguku sudah banyak. Sudah tak cukup jika ditambah dengan yang lain
                                                                        Qalam / Bondowoso, 27 Agustus 2018

Jika Mencintai


Jika mencintai adalah sebuah teriakan
Mungkin aku yang akan paling keras suaranya
Tentu ditambah berteriak di ruang gaung
Sehingga cinta itu bisa berlipat ganda
Jika mencintai adalah kegelapan
Maka aku yang akan berada dalam kebutaan
Hingga cahaya saja tak bisa aku lihat
Jika mencintai adalah nyanyian
Maka aku akan jadi nyanyian surgawi
Hingga mendengar katanya saja bisa membuatku mabuk kepayang
Jika mencintai …
Jika mencintai …
Jika mencintai …
                                                                        Qalam / Bondowoso, 22 Agustus 2018